Komisi III Wacanakan Pidana Kerja Sosial
Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Indonesia mengalam over kapasitas. Per April 2016, lapas mengalami over kapasitas mencapai 56 persen. Sebanyak 477 unit lapas dengan kapasitas 119.500 orang, namun harus menampung hingga 184.256 penghuni. Khusus untuk jumlah tahanan narkoba, mencapai lebih dari 67 ribu orang yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, harus ada kebijakan untuk mengatasi permasalahan over kapasitas ini. Ditemui saat memimpin kunjungan kerja spesifik ke Mapolda Jawa Tengah, di Semarang, Jateng, baru-baru ini, lapas di Jateng pun mengalami over kapasitas, walaupun tidak sebesar di daerah lain. Lapas di Jateng hanya mengalami over kapasitas sebesar 13 persen.
“ Ini tidak bisa diatasi hanya dengan menambah lapas. Harus ada strategi atau kebijakan penghukuman kepada penyalahguna atau pengedar narkoba. Artinya para terpidana narkoba yang pemakai murni, perlu dipertimbangkan apakah kedepannya dihukum di penjara, atau hukuman lain seperti pidana kerja sosial dengan ditambah rehabilitasi,” kata Arsul.
Politisi F-PPP itu menambahkan, kebijakan hukuman pidana dalam UU KUHP perlu diubah, untuk mengurangi over kapasitas. Apalagi, anggaran untuk membangun lapas belum mampu. Menurut Arsul, pidana penjara bisa dialihkan pada pidana kerja sosial.
“Pidana kerja sosial ini untuk tindak pidana yang ringan. Misalnya, orang yang menipu orang lain, kemudian uangnya sudah dikembalikan, itu bisa dipidanakan menjadi pekerja sosial, misalnya menyapu jalanan atau membersihkan fasilitas publik,” kata Arsul.
Politisi asal dapil Jateng itu juga menyoroti, saat iniUU Narkotika memiliki kelemahan, karena belum ada pembaruan jenis narkotika baru, dan semua pelakunya harus dihukum penjara. Sehingga, jika pengedar dan penyalahguna tertangkap menggunakan narkotika jenis baru, maka tidak dapat dihukum.
“Itu kelemahannya. Maka UU Narkotika nanti akan direvisi. Penetapan jenis yang termasuk dalam jenis narkotika dan psikotropika tidak disebut dalam UU, tapi kita serahkan kewenangannya kepada Pemerintah. Pemerintah yang harus menerbitkan Peraturan Pemerintah, untuk menggolongkan jenis narkotika dan psikotropika,” jelas Arsul.
Kapolda Jateng Condro Kirono menjelaskan, pada tahun 2016, pihaknya telah mengungkap sebanyak 1.077 kasus. Angka ini mengalami kenaikan pada tahun sebelumnya yang hanya 801 kasus.
“Polda Jateng berupaya menekan laju peningkatan penyalahgunaan narkoba, tidak hanya dilakukan melalui giat memutus, ungkap, dan memberantas rantai peredaran gelap narkoba, namun juga melakukan penanganan serius terhadap penyalahguna, maupun korban,” jelas Kapolda Jateng.
Kunjungan kerja spesifik ini juga diikuti oleh Anggota Komisi III Risa Mariska (F-PDI Perjuangan), Wihadi Wiyanto (F-Gerindra), Erma Suryani Ranik (F-PD), Abdul Kadir Karding (F-PKB), Aboe Bakar Al Habsyi (F-PKS), dan Taufiqulhadi (F-Nasdem). Kunjungan ini dalam rangka mendapatkan penjelasan mengenai peredaran dan penyalahgunaan narkoba, kondisi keamanan, hingga maraknya pungutan liar di Jawa Tengah.
Hadir dalam acara ini, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Kapolda Jawa Tengah, Kajati Jawa Tengah, Kadispenda, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah, hingga perwakilan DPRD Provinsi Jawa Tengah. (sf) foto: sofyan/od.